- Back to Home »
- Absurd , Aktivitas , Opini »
- Tul[mod]us ala politik
Posted by : Unknown
Sunday, March 23, 2014
Opening soundtrack diputar..
aku ingin begini, aku ingin begitu
ingin ini, ingin itu banyak sekali..
semua, semua, semua, dapat dikabulkan
dapat dikabulkan dengan kantong ajaib..
Kok opening soundtracknya gitu? Kurang liar beatnya, padahal gue baru pulang dari perantauan. Gue baru pulang merantau yang di perantauan gue berhasil menyelamatkan seorang cewek dari sindikat perdagangan wanita. Alurnya serupa dengan film Merantau, namun bedanya kalo di film Merantau Yuda yang jago sile' berantem mati-matian untuk menyelamatkan Astri, sedangkan gue punya cara lain untuk nyelamatinnya.. gue yang beli tuh cewek.
Syukurnya dia selamat dari sindikat tersebut. But wait, ada yang ganjil nih? tuh cewek kok gue yang beli? berarti gue dong penadahnya? Ah, sudahlah.. lagian itu bukan true story.
Note : Ini postingan sesat yang isinya cuman komedi, gak lucu sih kalo postingan ini dianggap salah satu sindikat perdagangan wanita.
Sebenarnya gak ada korelasi antara apa yang mau gue tulis dengan opening di atas. Gue bingung aja nyari set up yang tepat untuk ngebangun inti punch line pada postingan kali ini. Yang sebenarnya kali ini gue mau ngebahas tentang pemilu, spesifiknya : ulah caleg.
ACG kok ngebahas politik? Ya menurut gue gak apa-apa dong sekali-sekali ngomongin pemilu, ketimbang gue ngomongin Farhat Abbas? Yang ada ntar blog gue difitnah jadi tempat praktek sekte sesat pemuja jamban, gak asik banget kalo blog gue ntar digrebek, diarak keliling kampung, dan dicebokin di tengah-tengah lapangan oleh front pembela gayung akibat bacotan fitnah si 'pengacara gak laku' (julukannya dia oleh Al sih gitu). Nah lo, pilih yang mana? Mending politik kan?
Menurut astrologi cina kuno, tahun ini adalah tahun kuda kayu. Yang menurutnya itu adalah tahun pekerja keras. Menurut gue itu sejalan dengan kegigihan politiker (sebutan penganut politik ala ACG) untuk meraup simpatisan yang akan mengantarkannya pada kursi pijet. Gue sebut kursi pijet karena kalo lo udah duduk disana, lo bakal ngerasa nyaman banget, ngantuk dan kerjanya cuman tidur doang.
Gue sejujurnya udah hilang kepercayaan kepada siapapun yang akan naik di kursi legislatif. Kepercayaan gue ilang oleh citra buruk oknum yang secara tidak langsung pun berdampak buruk pada citra partainya dan pandangan masyarakat. Gue sempat percaya pada segitiga biru (bukan merk tepung), eh oknum yang di iklannya mengatakan 'tidak untuk korupsi', malah korupsi. Sampe partai yang konsisten dengan agama pun ikutan buat ulah dengan suap daging impor. Yang jadi korban siapa? Masyarakat! Krisis kepercayaan dan trauma politik selalu menjadi alasan untuk golput.
Lo kebayang gak kalo masyarakat semuanya golput? Demokrasi gak akan berjalan, men. Siapa yang akan pilih siapa dong kalo begitu? Efek domino pun berlaku. Caleg yang di dalam kondisi harus mendapatkan suara dukungan masyarakat pun punya berbagai macam cara untuk mendapatkannya. Jadi kalo gue buat skemanya, kira-kira kayak gini nih..
Skema yang gue buat di atas itu berlaku kepada semua putaran pemilu yang ada, dari pemilihan RT (mungkin juga pake parpol), anggota legislatif daerah-provinsi, sampe presiden. Itu dari hasil observasi gue yang gue tarik kesimpulan bahwa 'tak ada yang bener-bener tulus dalam mengabdi, but fucking MODUS'
Gue gak bakal ngebahas pilpres beserta capresnya disini, gue cuman mau ngebahas modus-modus yang dilakukan oleh kebanyakan caleg untuk memuaskan niatnya duduk di kursi legislatif.
1. Modus standart
Ini sih standart kebanyakan caleg untuk kampanye kepada warga, seperti :
a. Ngebuat poster dirinya dengan visi misi serta janji-janji surga yang akan dikabulkan setelah dia terpilih. Yang ini paling standart lah ya.
b. Ngebuat poster dirinya beserta background keluarganya. Tujuannya sih biar dia dapet dukungan meski yang masyarakat kenal itu bokapnya, nyokap, guru spiritualnya, atau mertuanya. Maksudnya gini contoh misalnya gue nikah sama anaknya Aa' Gym, nah di poster kampanye gue masukkin tagline 'Mantu Aa' Gym, mohon dukungannya' lengkap dengan foto Aa' Gym ngegandeng Teh Nini dan Teh Rini. Banyak kan yang lo temuin kayak gitu?
c. Iklanin kampanyenya dengan kerja sama dengan supir angkot atau ojek seperti nempelin posternya di badan kendaraan gitu deh. Beberapa juga ada yang update banget, kampanye melalui facebook dan twitter.
d. Membuat posko pemenangan. Menurut gue sih ini memang udah bagian dari kampanye, tapi gak juga diisi dengan main kartu tiap kan? Mungkin lo beranggapan 'ah, palingan main gaplek', eits.. lo kan gak tau kalo main gapleknya bisa aja pake taruhan uang? #Curiga.
2. Modus Silaturahim
Gue rasa modus ini lah yang paling sering kita jumpai di sekitar kita. Jadi, set upnya caleg ngedatangi pemukiman penduduk, kemudian pasang wajah malaikat, ijin untuk silaturahim dengan RT atau sesepuh yang ada disana. Pinjem rumah warga, mengundang warganya juga, kemudian sosialisasi. Atau yang rajin dikit dengan cara ngedatangi rumah warga satu persatu, kenalan sambil bawa mie instant 1 bungkus.
Atau yang modal gede, mereka bakal nyewa lapangan, buat panggung dangdut dan nyewa candoleng-ndoleng. Teknisnya, warga dikumpulin di lapangan dan diberikan suguhan dangdut koplo artis lokal, serta atraksi erotis penyanyinya ala ayam goreng kentucky, paha-dada-paha-dada. Selain panggung dangdut, biasanya berkedok media pengobatan alternatif, sampai hiburan rakyat dalam seni daerah.
Pernah yang paling absurd gue nonton Reog di Pasir Putih, awalnya gue pikir ada hajatan ulang tahun yang pake Reog sebagai hiburan, dan benar! itu acara hiburan hajatan ulang tahun anak-anak yang bokapnya nyaleg, 'hajatan ulang tahun anak saya, dia seneng dengan Reog.. makanya saya panggilin Reog. Sekalian saya mau minta dukungan.. bla.. bla.. bla..'. Tau gak yang buat itu tambah absurd? Ternyata pemimpin rombongan Reognya juga ternyata caleg! jadi sambil nyelam minum air, dia juga sempat-sempatnya menebar janji-janji surga.
Modus ini biasanya gak lengkap tanpa oleh-oleh, kan? Ngaku lo, oleh-olehnya kan yang lo cari? Standart oleh-olehnya sih baju partai serta no urut berapa yang mesti dicoblos. Kalo yang anti mainstream, mereka bagi-bagi baju batik, gue punya salah satu baju batik dari caleg (kainnya kasar, motifnya jelek, gak nyaman dipake). Nyokap gue aja baru-baru dapet mukena dengan kualitas yang OK punya, edan gak tuh oleh-olehnya?
Sembako, voucher makan, kipas angin, setrika, termos, kalo perlu sampe tiket nonton konser SM*SH pun diobral gratis demi dapet dukungan. Namun mungkin udah jadi karakter orang Indonesia 'gak usah deh ngasih kayak gituan, mentahnya aja', uang! Yep, ini adalah oleh-oleh paling pamungkas yang paling dinanti-nantiin oleh banyak orang. Teknisnya gampang, sampaikan bahwa akan ada sosialisasi dan yang hadir dapet uang transport 100ribu (misalnya) gue yakin, yang hadir bakal banyak banget.
Untuk yang modal gede, ini kesempatan emas untuk meraup dukungan yang banyak. Tapi gimana dengan caleg yang cuman modal nekat? Tentunya mereka juga punya cara sendiri. Salah satunya ada caleg yang ngamen dari rumah ke rumah, diselingi dengan silaturahim, minta dukungan. Ada juga caleg yang jualan bakso mengggratiskan baksonya kepada pengunjung, kemudian dia bagi-bagi pamflet, dan ujung-ujungnya minta dukungan.
Silahturahim yang caleg lakukan agar bisa 'akrab' dengan masyarakat direalisasikan dalam berbagai macam teknis, sesuai kondisi finansialnya. Intinya sih sama aja.. meraih dukungan.
3. Modus lv. 'Dewa'
Kalo modus yang ini, gue rasa hanya bisa dilakukan oleh mereka yang ambisi banget. Teknisnya sama dengan modus silaturahim di atas, cuman powernya yang beda. Power disini bukan hanya soal berapa banyak uang yang caleg punya saja, tetapi strategi yang disusun secara sistematis, dan kekuasaan yang dia sudah dimiliki pun menjadi amunisi pamungkas untuk memenangkan pemilu.
Modus ini terstruktur dan rapih banget, gak heran sih hanya caleg-caleg tertentu yang bisa menggunakannya. Salah satunya gini, gue pernah dapet beras subsidi melalui kelurahan. Biasanya beras subsidi tersebut gue bayar lebih murah, karena kan bantuan pemerintah. Jadi saat gue mau bayar seperti biasanya, si Mba adminnya bilang gini 'Mas, ini berasnya dibawa aja. Udah dibayar kok oleh Ibu --------. Beliau ini caleg mas, jadi mohon dukungannya ya, Ini suaminya beliau yang merupakan staff (apa gitu, gue gak tau jabatannya apa) di kelurahan ini'. Kemudian si suami caleg tadi pun ikutan ngomong 'Iya mas, gk perlu bayar. Sudah di bayar sama istri saya kok, ya bantu dukungan aja ya mas buat istri saya, mas paham kan?'
EDAN!! Ini baru level 'Dewa' dalam dunia pencalonan anggota legislatif!
Gimana gak? Sistem kelurahan aja udah bisa disusupi oleh modus caleg. Dengan beras subsidi sebagai 'oleh-oleh', bayangin! Beras subsidi pun dipolitikin! Yang gue bingung, bukannya itu membuka celah citra buruk oknum yang terlibat? Maksud gue, laporan pembagian beras nantinya akan masuk ke pusat pemerintahan kan? Gimana format laporannya kalo toh yang membayar beras itu adalah caleg yang mengkamuflasekan 'beras ini dari saya'? Terkecuali ada feedback yang terselubung antara caleg dengan oknum di sistem birokrasi pemerintahan.
Kebayang gak lo taktik cerdik ini hanya oknum tertentu yang dapet menjalankannya. Entah taktik apa lagi yang tengah berlangsung untuk menghimpun suara rakyat, gue gak ngerti. Namun intinya, tulus dan modus saat ini adalah kedua hal yang sulit untuk dibedain.
Wah, ngomongin politik emang ngebuat panas ya. Niat gue posting ginian adalah ingin mengajak masyarakat untuk bijak memilih kepada siapa masa depannya digantungkan. Sekecil apapun gue gak punya niat untuk mendiskriditkan pihak manapun, semua kembali lagi pada sikap kita dalam menghadapi pemilu.
aku ingin begini, aku ingin begitu
ingin ini, ingin itu banyak sekali..
semua, semua, semua, dapat dikabulkan
dapat dikabulkan dengan kantong ajaib..
Kok opening soundtracknya gitu? Kurang liar beatnya, padahal gue baru pulang dari perantauan. Gue baru pulang merantau yang di perantauan gue berhasil menyelamatkan seorang cewek dari sindikat perdagangan wanita. Alurnya serupa dengan film Merantau, namun bedanya kalo di film Merantau Yuda yang jago sile' berantem mati-matian untuk menyelamatkan Astri, sedangkan gue punya cara lain untuk nyelamatinnya.. gue yang beli tuh cewek.
Syukurnya dia selamat dari sindikat tersebut. But wait, ada yang ganjil nih? tuh cewek kok gue yang beli? berarti gue dong penadahnya? Ah, sudahlah.. lagian itu bukan true story.
Note : Ini postingan sesat yang isinya cuman komedi, gak lucu sih kalo postingan ini dianggap salah satu sindikat perdagangan wanita.
Sebenarnya gak ada korelasi antara apa yang mau gue tulis dengan opening di atas. Gue bingung aja nyari set up yang tepat untuk ngebangun inti punch line pada postingan kali ini. Yang sebenarnya kali ini gue mau ngebahas tentang pemilu, spesifiknya : ulah caleg.
ACG kok ngebahas politik? Ya menurut gue gak apa-apa dong sekali-sekali ngomongin pemilu, ketimbang gue ngomongin Farhat Abbas? Yang ada ntar blog gue difitnah jadi tempat praktek sekte sesat pemuja jamban, gak asik banget kalo blog gue ntar digrebek, diarak keliling kampung, dan dicebokin di tengah-tengah lapangan oleh front pembela gayung akibat bacotan fitnah si 'pengacara gak laku' (julukannya dia oleh Al sih gitu). Nah lo, pilih yang mana? Mending politik kan?
Menurut astrologi cina kuno, tahun ini adalah tahun kuda kayu. Yang menurutnya itu adalah tahun pekerja keras. Menurut gue itu sejalan dengan kegigihan politiker (sebutan penganut politik ala ACG) untuk meraup simpatisan yang akan mengantarkannya pada kursi pijet. Gue sebut kursi pijet karena kalo lo udah duduk disana, lo bakal ngerasa nyaman banget, ngantuk dan kerjanya cuman tidur doang.
Gue sejujurnya udah hilang kepercayaan kepada siapapun yang akan naik di kursi legislatif. Kepercayaan gue ilang oleh citra buruk oknum yang secara tidak langsung pun berdampak buruk pada citra partainya dan pandangan masyarakat. Gue sempat percaya pada segitiga biru (bukan merk tepung), eh oknum yang di iklannya mengatakan 'tidak untuk korupsi', malah korupsi. Sampe partai yang konsisten dengan agama pun ikutan buat ulah dengan suap daging impor. Yang jadi korban siapa? Masyarakat! Krisis kepercayaan dan trauma politik selalu menjadi alasan untuk golput.
Lo kebayang gak kalo masyarakat semuanya golput? Demokrasi gak akan berjalan, men. Siapa yang akan pilih siapa dong kalo begitu? Efek domino pun berlaku. Caleg yang di dalam kondisi harus mendapatkan suara dukungan masyarakat pun punya berbagai macam cara untuk mendapatkannya. Jadi kalo gue buat skemanya, kira-kira kayak gini nih..
Skema ini opini gue, mau protes? Silakan, paling gak gue tanggepin |
Gue gak bakal ngebahas pilpres beserta capresnya disini, gue cuman mau ngebahas modus-modus yang dilakukan oleh kebanyakan caleg untuk memuaskan niatnya duduk di kursi legislatif.
1. Modus standart
Ini sih standart kebanyakan caleg untuk kampanye kepada warga, seperti :
a. Ngebuat poster dirinya dengan visi misi serta janji-janji surga yang akan dikabulkan setelah dia terpilih. Yang ini paling standart lah ya.
b. Ngebuat poster dirinya beserta background keluarganya. Tujuannya sih biar dia dapet dukungan meski yang masyarakat kenal itu bokapnya, nyokap, guru spiritualnya, atau mertuanya. Maksudnya gini contoh misalnya gue nikah sama anaknya Aa' Gym, nah di poster kampanye gue masukkin tagline 'Mantu Aa' Gym, mohon dukungannya' lengkap dengan foto Aa' Gym ngegandeng Teh Nini dan Teh Rini. Banyak kan yang lo temuin kayak gitu?
c. Iklanin kampanyenya dengan kerja sama dengan supir angkot atau ojek seperti nempelin posternya di badan kendaraan gitu deh. Beberapa juga ada yang update banget, kampanye melalui facebook dan twitter.
Kampanye level facebook |
2. Modus Silaturahim
contohnya caleg nyang ini lagi silaturahim.. |
Atau yang modal gede, mereka bakal nyewa lapangan, buat panggung dangdut dan nyewa candoleng-ndoleng. Teknisnya, warga dikumpulin di lapangan dan diberikan suguhan dangdut koplo artis lokal, serta atraksi erotis penyanyinya ala ayam goreng kentucky, paha-dada-paha-dada. Selain panggung dangdut, biasanya berkedok media pengobatan alternatif, sampai hiburan rakyat dalam seni daerah.
Pernah yang paling absurd gue nonton Reog di Pasir Putih, awalnya gue pikir ada hajatan ulang tahun yang pake Reog sebagai hiburan, dan benar! itu acara hiburan hajatan ulang tahun anak-anak yang bokapnya nyaleg, 'hajatan ulang tahun anak saya, dia seneng dengan Reog.. makanya saya panggilin Reog. Sekalian saya mau minta dukungan.. bla.. bla.. bla..'. Tau gak yang buat itu tambah absurd? Ternyata pemimpin rombongan Reognya juga ternyata caleg! jadi sambil nyelam minum air, dia juga sempat-sempatnya menebar janji-janji surga.
Caleg bagi-bagi sembako |
Parodinya gini.. |
Untuk yang modal gede, ini kesempatan emas untuk meraup dukungan yang banyak. Tapi gimana dengan caleg yang cuman modal nekat? Tentunya mereka juga punya cara sendiri. Salah satunya ada caleg yang ngamen dari rumah ke rumah, diselingi dengan silaturahim, minta dukungan. Ada juga caleg yang jualan bakso mengggratiskan baksonya kepada pengunjung, kemudian dia bagi-bagi pamflet, dan ujung-ujungnya minta dukungan.
Silahturahim yang caleg lakukan agar bisa 'akrab' dengan masyarakat direalisasikan dalam berbagai macam teknis, sesuai kondisi finansialnya. Intinya sih sama aja.. meraih dukungan.
3. Modus lv. 'Dewa'
Kalo modus yang ini, gue rasa hanya bisa dilakukan oleh mereka yang ambisi banget. Teknisnya sama dengan modus silaturahim di atas, cuman powernya yang beda. Power disini bukan hanya soal berapa banyak uang yang caleg punya saja, tetapi strategi yang disusun secara sistematis, dan kekuasaan yang dia sudah dimiliki pun menjadi amunisi pamungkas untuk memenangkan pemilu.
Warga menerima beras subsidi |
EDAN!! Ini baru level 'Dewa' dalam dunia pencalonan anggota legislatif!
Gimana gak? Sistem kelurahan aja udah bisa disusupi oleh modus caleg. Dengan beras subsidi sebagai 'oleh-oleh', bayangin! Beras subsidi pun dipolitikin! Yang gue bingung, bukannya itu membuka celah citra buruk oknum yang terlibat? Maksud gue, laporan pembagian beras nantinya akan masuk ke pusat pemerintahan kan? Gimana format laporannya kalo toh yang membayar beras itu adalah caleg yang mengkamuflasekan 'beras ini dari saya'? Terkecuali ada feedback yang terselubung antara caleg dengan oknum di sistem birokrasi pemerintahan.
Kebayang gak lo taktik cerdik ini hanya oknum tertentu yang dapet menjalankannya. Entah taktik apa lagi yang tengah berlangsung untuk menghimpun suara rakyat, gue gak ngerti. Namun intinya, tulus dan modus saat ini adalah kedua hal yang sulit untuk dibedain.
Wah, ngomongin politik emang ngebuat panas ya. Niat gue posting ginian adalah ingin mengajak masyarakat untuk bijak memilih kepada siapa masa depannya digantungkan. Sekecil apapun gue gak punya niat untuk mendiskriditkan pihak manapun, semua kembali lagi pada sikap kita dalam menghadapi pemilu.
So, guys.. siap mencoblos?